Cendana, yang dalam bahasa Ibrani hanya dalam bentuk jamak ”almuggiym, adalah sejenis kayu berharga yang dibawa bersama-sama dengan emas dan batu-batu berharga dari Ofir oleh angkatan laut Hiram pada masa Salomo, dan digunakan oleh Salomo untuk ornamen Bait Suci dan istana, serta untuk membuat alat musik (1 Raja-raja 10:11-12). Dr. Shaw mengira itu pohon cemara, karena katu pohon itu masih digunakan di Italia dan di tempat lain untuk biola, harpsichord, dan instrumen senar lainnya. Yosefus memperkirakan cendana sebagai sejenis pinus, namun berbeda dengan pinus pada zamannya. Banyak rabi memahami kata ‘almuggiym sebagai mutiara, tertulis di dalam Talmud, dan diperoleh dari Laut Merah dan Mediterania, di mana itu merupakan bahan yang diekspor ke India. Kita mungkin harus memahami penjelasan para rabi tersebut karena hanya merujuk pada warna merah dari cendana. Kimchi menafsirkan bahwa kayu itu adalah kayu pewarna merah yang disebut albaccum dalam bahasa Arab, dan secara umum disebut kayu Brazil, di mana orang-orang modern telah mengikuti pemahaman ini.
Kayu cendana yang paling umum adalah yang paling dikenal dan paling dihargai di India. Kayu cendana dipotong untuk diekspor ke Cina, ke Teluk Persia, dan Arab. Bagian luar batang kayunya berwarna putih dan tanpa bau; bagian dalam berwarna merah; bagian dekat akar paling harum, terutama pohon-pohon cendana yang tumbuh di bukit dan tanah berbatu. Pohon cendana bervariasi dalam diameter batangnya dari 8 sampai 12 sentimeter atau lebih, dan tingginya sekitar 8 sampai 10 meter atau lebih. Kayu cendana secara umum berbutir halus dan harum, dan banyak digunakan untuk membuat rosario, kotak kayu dan lemari. Orang Tiongkok menggunakannya juga sebagai dupa baik di kuil mereka maupun rumah pribadi. Kayu cendana telah lama dikenal di Timur dan sangat menarik perhatian dan banyak diinginkan negara utara. Kayu cendana disebutkan dalam karya-karya Sanscit awal, dan juga pada karya orang Arab. Actuarius adalah penulis Yunani paling awal yang secara tegas memperhatikannya. Dalam Periplus o Arrian disebutkan sebagai salah satu barang dagangan yang dapat diperoleh di Omana, di Gedrosia.
Ciri utama dari kayu cendana adalah kuat dan harum, serta kebal terhadap serangan serangga, maka layaklah kalau kayu cendana dijadikan salah satu bahan untuk Bait Suci dan istana raja. Pertanyaannya bagi kita (dalam penerapan alegoris) adalah apakah kita sudah menjadi orang percaya yang kuat untuk dijadikan “bahan” membangun rumah Tuhan, yaitu gereja? Apakah kita sudah menjadi orang percaya yang tahan terhadap serangan “musuh” yang berusaha membuat kita lapuk, tidak berguna? Apakah kita sudah menyebarkan keharuman melalui perkataan dan tindakan kita, sehingga orang lain merasa betah berada bersama dengan kita? Jadilah seperti kayu cendana!
Kayu cendana yang paling umum adalah yang paling dikenal dan paling dihargai di India. Kayu cendana dipotong untuk diekspor ke Cina, ke Teluk Persia, dan Arab. Bagian luar batang kayunya berwarna putih dan tanpa bau; bagian dalam berwarna merah; bagian dekat akar paling harum, terutama pohon-pohon cendana yang tumbuh di bukit dan tanah berbatu. Pohon cendana bervariasi dalam diameter batangnya dari 8 sampai 12 sentimeter atau lebih, dan tingginya sekitar 8 sampai 10 meter atau lebih. Kayu cendana secara umum berbutir halus dan harum, dan banyak digunakan untuk membuat rosario, kotak kayu dan lemari. Orang Tiongkok menggunakannya juga sebagai dupa baik di kuil mereka maupun rumah pribadi. Kayu cendana telah lama dikenal di Timur dan sangat menarik perhatian dan banyak diinginkan negara utara. Kayu cendana disebutkan dalam karya-karya Sanscit awal, dan juga pada karya orang Arab. Actuarius adalah penulis Yunani paling awal yang secara tegas memperhatikannya. Dalam Periplus o Arrian disebutkan sebagai salah satu barang dagangan yang dapat diperoleh di Omana, di Gedrosia.
Ciri utama dari kayu cendana adalah kuat dan harum, serta kebal terhadap serangan serangga, maka layaklah kalau kayu cendana dijadikan salah satu bahan untuk Bait Suci dan istana raja. Pertanyaannya bagi kita (dalam penerapan alegoris) adalah apakah kita sudah menjadi orang percaya yang kuat untuk dijadikan “bahan” membangun rumah Tuhan, yaitu gereja? Apakah kita sudah menjadi orang percaya yang tahan terhadap serangan “musuh” yang berusaha membuat kita lapuk, tidak berguna? Apakah kita sudah menyebarkan keharuman melalui perkataan dan tindakan kita, sehingga orang lain merasa betah berada bersama dengan kita? Jadilah seperti kayu cendana!

0 komentar:
Posting Komentar