Cari Blog Ini

Tulisan Terbaru

Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label biografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label biografi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Januari 2022

Kisah Robert Raikes

Posted by werua On 10.24 No comments
Robert Raikes (lahir 14 September 1736 – meninggal 5 April 1811 pada umur 74 tahun) adalah seorang dermawan Inggris yang dikenal sebagai bapak pendiri Sekolah minggu. Ia lahir di Gloucester pada 1736, anak sulung dari pasangan Mary Drew dan Robert Raikes seorang penerbit surat kabar di Inggris. Ia dibaptis pada tanggal 24 September 1736 di gereja St. Mary de Crypt di Gloucester. Pada 23 Desember 1767, ia menikah dengan Anne Trigge, seorang wanita yang berasal dari keluarga terhormat, dan dikaruniai tiga anak laki-laki dan tujuh anak perempuan.

Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah milik Gereja St. Mary de Crypt tempat ia dibaptiskan. Setelah lulus pendidikan dasar, pada usia empat belas tahun, ia melanjutkan studi di sekolah Katedral Gloucester. Suasana sekolah ini begitu ketat. Anak-anak dididik dengan kurikulum yang klasik. Pada pukul enam pagi, mereka mengawalinya dengan ibadah. Ibadah dimulai dengan pembacaan mazmur, doa, renungan, dan nyanyian rohani. Di sekolah ini, para murid dituntut menguasai beberapa bahasa, antara lain bahasa Yunani, Latin, dan Prancis.

Dia mewarisi bisnis penerbitan dari ayahnya, menjadi pemilik Gloucester Journal pada 1757. Dia kemudian memindahkan bisnisnya ke Rumah Robert Raikes pada 1758. Gerakan ini dimulai dengan sekolah untuk anak laki-laki di daerah kumuh. Raikes menjadi tertarik pada reformasi penjara, khususnya dengan kondisi di penjara Gloucester dan melihat bahwa kejahatan lebih baik dicegah daripada disembuhkan. Dia melihat sekolah sebagai intervensi terbaik. Waktu terbaik yang tersedia adalah hari Minggu karena anak-anak lelaki itu sering bekerja di pabrik selama enam hari lainnya. Guru terbaik yang tersedia adalah umat awam. Buku teks itu adalah Alkitab, dan kurikulum yang awalnya dimaksudkan dimulai dengan belajar membaca dan kemudian berkembang menjadi katekismus.

Robert Raikes dikenal sebagai penggagas sekolah minggu meskipun ia tidak memulai Sekolah Minggu pertama. Beberapa sudah ada seperti yang didirikan oleh Hannah Ball di High Wycombe. Pada abad 18, Inggris sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat parah sebagai akibat Revolusi Industri. Robert Raikes melihat banyak anak-anak yang harus menjadi tenaga kerja di pabrik-pabrik sebagai buruh kasar dan bekerja enam hari dalam seminggu, yaitu pada hari senin hingga sabtu. Hari minggu mereka libur. Oleh karena itu, pada hari Minggu, mereka menjadi liar dikarenakan hanya pada hari inilah mereka bisa beriang gembira. Kebanyakan dari mereka menghabiskan uang penghasilan mereka dengan hal-hal yang tidak berguna seperti minum-minuman keras.

Melihat keadaan itu, Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia kemudian memulai sekolah minggu ini di dapur Ny. Mederith di kota Scooty Alley pada Juli 1780. Di sana, selain mendapat makanan, anak-anak diajarkan sopan santun, membaca, dan menulis. Menurut Raikes, buku pelajaran yang terbaik yang bisa dipakai adalah Alkitab. Namun guru itu akhirnya menyerah karena tidak mampu mengajar mereka. Tapi muncullah seorang guru yang ke-2 yang bernama Ibu Crithchey. Ia lebih pintar dan jabatan guru turun temurun terus. Aturan pun akhinya dibuat pelajaran dimulai jam 10:00 – 12:00 pulang makan siang dan pukul 13:00 – 17:00. Setelah itu mereka diperbolehkan pulang dan selalu diingatkan untuk langsung pulang ke rumah dan tidak berbuat keributan di jalan.

Dalam dua tahun, sekolah minggu dibuka di beberapa sekolah dan di sekitar Gloucester. Raikes kemudian mempublikasikan sekolah minggu melalui Gentleman’s Magazine, dan juga Arminian Magazine pada 1784. Timbul perselisihan tentang gerakan ini di tahun-tahun awal. Sekolah-sekolah itu secara mengejek disebut “Raikes ‘Ragged School”. Pihak pengusaha menentang karena khawatir jika buruh anak-anak bisa membaca dan menulis maka mereka akan meminta upah yang lebih besar. Kritik terberat yang diajukan termasuk bahwa itu akan melemahkan pendidikan agama berbasis rumah, bahwa itu mungkin merupakan penodaan hari Sabat, dan bahwa orang Kristen tidak boleh dipekerjakan pada hari Sabat. Beberapa gerejawi terkemuka — di antaranya Uskup Samuel Horsley — menentang mereka dengan alasan bahwa mereka mungkin tunduk pada tujuan propaganda politik. “Perselisihan Sabat” pada tahun 1790-an membuat banyak sekolah Minggu menghentikan pengajaran tulisan mereka.

Akhirnya atas bantuan John Wesley (pendiri Gereja Methodis), kehadiran sekolah minggu diterima juga oleh gereja, mula-mula oleh Gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja Protestan lain. Pada tahun 1831, sekolah minggu di Inggris telah mengajar 1.250.000 anak, sekitar 25 persen dari populasi.

Sabtu, 15 Januari 2022

George Muller

Posted by werua On 12.36 No comments
George Muller dilahirkan di Kroppensstedt, Jerman pada tanggal 27 September 1895. Ia tumbuh menjadi seorang anak yang sangat nakal dan selalu membangkang terhadap orang tuanya. Pada waktu George berumur 10 tahun ia sudah berani mencuri uang yang disimpan ayahnya yang bekerja sebagai bendahara di sebuah kantor pemerintah. Dengan bertambahnya usia George, tingkah lakunya semakin tidak terkendali; ia terlibat dalam berbagai macam tindakan asusila dan juga mabuk-mabukan. Pada suatu ketika ia ditantang teman-temannya untuk meminum 5 quarts bir, dan George Muller membuktikan bahwa ia memang sanggup melakukan hal itu dengan baik.

Salah satu kesukaan yang sering dilakukannya menginap di hotel-hotel yang mahal selama beberapa hari, lalu kabur tanpa membayar sewa hotelnya. Apabila demikian, ayahnya terpaksa datang untuk melunasi rekening hotel tersebut. Karena tingkah lakunya yang demikian, George pernah mendekam di penjara selama satu bulan dan kembali sang ayah yang baik hati datang untuk menebus anak kesayangannya itu.

Pada suatu malam ibu George sakit keras, dan ia dipanggil untuk datang ke rumah sakit. Tetapi, ia menolak sebab ia sedang asyik bermain kartu dengan teman-temannya hingga pukul dua dinihari. Keesokkan harinya ia tetap juga tidak membesuk ibunya, sebab hari itu dihabiskannya dengan bermabuk-mabukan dengan teman-temannya. Ia tidak menyesal ketika ibunya meninggal dunia dan ia tidak dapat melihat ibunya untuk terakhir kalinya.

Pada waktu George memasuki usia 20 tahun, ia melanjutkan studinya di universitas Halle yang pada waktu itu mempunyai 1200 mahasiswa. Diantara sekian banyaknya mahasiswa, hanya ada delapan orang Kristen yang sungguh-sungguh mempratekkan iman mereka. Dengan segera George menjadi pemimpin yang disukai teman-temannya sesama mahasiswa yang juga suka berfoya-foya dan mabuk-mabukkan. Delapan mahasiswa Kristen yang ada di kampus Halle itu selalu menjadi bahan ejekan dan olokan dari George dan teman-temannya.

Menjelang akhir tahun pelajaran pertama di Halle, George merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam dirinya. Secara fisik ia sehat-sehat saja, tetapi entah mengapa ia merasa sangat tidak bahagia dan batinnya tertekan. Ia pikir karena terlalu banyak kesibukan, maka ia pergi berlibur ke Swiss dengan harapan beban yang ada di dalam batinnya akan hilang dengan sendirinya. Tetapi ternyata liburan di Swiss tidak bisa menghilangkan rasa tertekan di dalam batinnya. Ia segera kembali ke Halle dan kuliah lagi seperti biasanya, namun beban batin itu ternyata semakin besar dan berat menekan hatinya sehingga ia menjadi sangat gelisah tidak menentu.

Dalam keadaaan seperti ini, ia teringat kepada delapan mahasiswa Kristen yang sering diolok-oloknya. Mereka mengadakan persekutuan doa, dan tanpa diundang ia mengikuti persekutuan tersebut. Mereka semua menyambut George dengan sukacita dan menceritakan tentang Kristus kepadanya. Mereka terus mendoakan George, demikian juga George berdoa buat dirinya sendiri, sampai pada akhirnya melihat Yesus sebagai juruselamat dirinya secara pribadi. Dan secara tiba-tiba beban berat yang menindih hatinya sekian lama itu terlepas dengan sendirinya, dan sebagai gantinya ada perasaan kasih terhadap Kristus yang sangat besar mengalir di dalam hatinya. Pada hari itu, bertobatlah George Muller!

Pertobatannya itu mengubah seluruh kehidupannya secara luar biasa. Sejak hari pertobatannya sampai saat ia dipanggil pulang ke surga pada usia 92 tahun, George Muller mendedikasikan seluruh hidupnya kepada Kristus secara luar biasa. Ketika ia berumur 25 tahun, ia menikah dengan Mary Groves dan pindah dari Jerman ke Inggris untuk menggembalakan sebuah jemaat kecil yang beranggotakan 18 jiwa. Berkat yang ia terima dari penghasilannya pada waktu itu hanya 55 poundsterling. Uang itu ternyata diperoleh dari hasil meminjamkan kursi-kursi gereja kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Ketika ia mengetahui hal ini, ia menolak untuk menerima uang tersebut, dan sebagai gantinya ia menaruh sebuah kotak di gereja dengan imbauan siapa yang digerakkan Tuhan untuk membantu pelayanannya, boleh memasukkan uang ke dalam kotak itu. Sejak saat itu ia berketetapan untuk tidak bersandar kepada manusia dalam kebutuhan finansialnya. Ia hanya mau bersandar kepada Tuhan saja dalam segala sesuatu yang dibutuhkannya, dan prinsip ini dengan konsekuen dijalankannya sampai akhir hidupnya.

George Muller kemudian sangat terbeban untuk mendirikan panti asuhan bagi anak-anak terlantar di Inggris yang pada saat itu jumlahnya ribuan orang. Banyak di antara mereka harus masuk ke dalam penjara sebab tidak ada orang yang mau memberikan perhatian kepada mereka. Namun, untuk kebutuhan yang pertama ia membutuhkan uang 1000 poundsterling, dan ia berdoa untuk hal ini. Ada yang memberikan 10 shillings, dan ini tentu terlampau sedikit dibandingkan kebutuhan yang ada, namun ia mengucap syukur dan menaruh uang tersebut sebagai benih imannya. Kemudian orang lain datang memberikan sebuah lemari besar, 3 baskom air, sebuah wadah air minum, 28 piring makan, 4 pisau, 5 garpu, 3 tempat garam dan 4 cangkir. Kita dapat memberikan catatan yang rinci seperti itu, karena setiap uang dan benda yang diterimanya, semuanya dicatat dengan baik di dalam buku catatannya. George mempunyai kebiasaan seperti itu, sehingga setiap permohonan doa yang dinaikkan dan dikabulkan Tuhan, pasti ia catat dengan baik. Sepanjang hidupnya lebih dari 25.000 permohonan doa yang dikabulkan oleh Tuhan, baik permohonan yang kecil seperti pena, sabun, dan lain sebagainya sampai kepada hal-hal yang besar seperti dana untuk membangun panti asuhan.

George Muller dipakai Tuhan secara luar biasa untuk mendirikan panti asuhan Kristen. Pada tahun 1845 ia sudah mempunyai 130 anak asuh dengan menyewa empat gedung. Kemudian ia berketetapan untuk mempunyai gedung sendiri yang bisa menampung 300 anak, padahal uang kasnya hanya 5 poundsterling. George mulai membawa semuanya ini kepada Tuhan dalam doa, dan pada tanggal 14 Januari 1846, sebulan setelah ia berdoa, datanglah sebuah sumbangan sejumlah 1000 poundsterling. Ia mempunyai prinsip tidak mau berhutang pada siapapun, dan ia hanya mau mulai bergerak maju apabila dananya sudah cukup. Maka ia mulai membangun pada 5 Juli 1847, ketika semua dana yang diperlukan sudah terkumpul. Pembangunan berjalan dua tahun lamanya dan ketika bangunan itu sudah selesai, ternyata di kas masih tersisa uang 776 poundsterling.

Selama hidupnya, George Muller membangun empat gedung panti asuhan lagi dengan cara yang sama, dan jumlah uang yang dipakainya untuk lima bangunan itu adalah 575.000 poundsterling. Nama George Muller dikenang sepanjang masa sebagai bukti betapa besar kuasa anugerah Tuhan yang telah mengubah seorang pemuda yang semula hidup bergelimang di dalam dosa, menjadi seorang pahlawan doa yang dipakai Tuhan secara luar biasa.

Kamis, 13 Januari 2022

William Carey

Posted by werua On 11.53 No comments

Site search